JUJUR DAN TRANSPARAN DALAM JUAL BELI
Pendahuluan
Hai orang-orang
yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan (jual beli) yang dapat menyelamatkanmu dari
azab yang pedih? Q.S ash Shaff (61) : 10
Dalam praktik jual beli ada
kalanya terjadi penyesalan di antara pihak penjual dan pembeli disebabkan
kurang hati-hati, tergesa-gesa, penipuan atau faktor lainnya.Mengingat prinsip
berlakunya jual beli adalah atas dasar suka sama suka, maka syariat Islam
memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak yang melakukan akad jual beli
untuk memilih antara dua kemungkinan, yaitu antara melangsungkan jual beli atau
mengurungkannya.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Juga berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamntuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya) selama keduanya belum berpisah.” Kaum muslimin telah berijma’ akan bolehnya jual beli, dan hikmah juga mengharuskan adanya jual beli, karena haamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka di antara kamu.” Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu 'anhu dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Al-Bayyi’an (penjual dan
pembeli) memiliki hak khiyar (memilih ujat manusia banyak bergantung dengan apa yang dimiliki oleh orang lain
(namun) terkadang orang tersebut tidak memberikan kepadanya, sehingga dalam pensyari’atan
jual beli terdapat wasilah (perantara) untuk sampai kepada tujuan tanpa
memberatkan. Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam beliau bersabda: “Penjual dan pembeli memiliki hak khiyar
selama keduanya belum berpisah (atau beliau bersabda, ‘Hingga keduanya
ber-pisah’), apabila keduanya berbuat jujur dan menjelaskan (keadaan
dagangannya), maka akan diberkahi dalam jual belinya, (namun) apabila
menutup-nutupinya dan berdusta, maka akan dihapus keberkahan jual belinya.”
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah
berkata dalam Syarah Muslim (X/ 156), “Larangan bai’ul gharar merupakan asas
yang besar dari asas-asas kitab jual beli, oleh karena itulah Imam Muslim
mendahulukannya karena masuk di dalamnya masalah-masalah yang begitu banyak
tidak terbatas, seperti bai’ul aabiq (menjual budak yang kabur dari tuannya),
bai’ul ma’dum (menjual sesuatu yang tidak ada), bai’ul majhul (menjual sesuatu
yang tidak jelas), menjual barang yang tidak bisa diberikan kepada pembeli,
menjual sesuatu yang hak kepemilikan penjual tidak sempurna, menjual ikan dalam
air yang banyak, menjual susu yang masih dalam kantungnya, menjual janin yang
masih dalam perut induknya, menjual seonggok makanan tanpa takaran yang jelas,
menjual sepotong pakaian dari kumpulan banyak pakaian (tanpa menentukannya),
menjual seekor kambing dari kumpulan banyak kambing (tanpa menentukannya), dan
yang sejenisnya, semua ini hukum menjualnya adalah bathil, karena ia termasuk
gharar tanpa ada hajat.” Beliau berkata, “Apabila ada hajat yang menyeru kepada
dilakukannya gharar dan tidak mungkin berlindung darinya kecuali dengan
masyaqqah (cara yang berat/sulit) dan bentuk ghararnya sepele, maka boleh
menjualnya. Oleh karena itulah kaum muslimin (ulama) bersepakat akan bolehnya menjual
jubah yang diisi dengan kapas walaupun tidak melihat waktu mengisinya dan kalau
bahan pengisinya dijual secara terpisah maka tidak boleh.”
Hadist Imam Al Bukhori 2079
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ،
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ صَالِحٍ أَبِي الْخَلِيلِ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ، رَفَعَهُ إِلَى حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ ـ رضى الله عنه ـ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا
لَمْ يَتَفَرَّقَا ـ أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا ـ فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا
بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ
بَيْعِهِمَا
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah
menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari Shalih Abu AL Khalil dari
'Abdullah bin Al Harits yang dinisbatkannya kepada Hakim bin Hizam radliallahu
'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua
orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan untuk
melangsungkan atau membatalkan jual beli) selama keduanya belum berpisah",
Atau sabda Beliau: "hingga keduanya berpisah. Jika keduanya jujur dan
menampakkan dagangannya maka keduanya diberkahi dalam jual belinya dan bila menyembunyikan
dan berdusta maka akan dimusnahkan keberkahan jual belinya".
Hadist Imam Al Bukhori 2082
حَدَّثَنَا بَدَلُ
بْنُ الْمُحَبَّرِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَتَادَةَ، قَالَ سَمِعْتُ أَبَا
الْخَلِيلِ، يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ
حِزَامٍ ـ رضى الله عنه ـ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا ـ أَوْ قَالَ حَتَّى
يَتَفَرَّقَا ـ فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا،
وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Telah menceritakan kepada kami Badal bin Al Muhabbar telah
menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qatadah berkata, aku mendengar Abu Al
Khalil menceritakan dari 'Abdullah bin Al Harits dari Hakim bin Hizam
radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua
orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan untuk
melangsungkan atau membatalkan jual beli) selama keduanya belum berpisah",
Atau sabda Beliau: "hingga keduanya berpisah. Jika keduanya jujur dan menampakkan
cacat dagangannya maka keduanya diberkahi dalam jual belinya dan bila
menyembunyikan cacat dan berdusta maka akan dimusnahkan keberkahan jual
belinya".
MUFRODAT
Dusta = كَذَبا-
Memusnahkan
= -مُحِقَت
Khiyar = -الجِيَارُ
Menyembunyikan
= -كَتَمَ
FIQHUL HADITS
Secara terminologis para ulama
fiqh mendefinisikan al-khiyar dengan:
أَنْ يَكُوْنَ
لِلْمُتَعَاقِدِ الْخِيَارُبَيْنَ إِمْضَاءِ الْعَقْدِ وَعَدَمِ إِمْضَائِهِ
بِفَسْخِهِ رفقا لِلْمُتَعَا قِدَيْنِ.
Hak pilih bagi
salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk
melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi
masing-masing pihak yang melakukan transaksi.
yang dimaksud
dengan khiyar adalah bahwa seorang penjual dan pembeli memiliki hak
untuk membatalkan akadnya, selama pembatalan (tepatnya Peng-cancel lan) sesuai
dengan ketentuan yang ada, sehingga apabila satu pihak menghendaki
diberlakukannya khiyar, maka pihak yang satunya wajib memberikan hak tersebut
atau memenuhinya. Misalnya Jika seorang pembeli ingin membatalkan akad jual
beli yg telah dilakukan karena adanya aib atau cacat pada barang yang dibeli,
maka pihak penjual harus memenuhi permintaan tersebut.
Khiyar
merupakan sesuatu yang ditetapkan dalam Fiqh Islam. Rasulullah saw bersabda:
عَنْ حَكِيمِ بْنِ
حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ: «البَيِّعَانِ بِالخِيَارِ مَا لَمْ يَفْتَرِقَا»
Dari Hakim bin
Hizam dari Nabi saw bersabda :Sesungguhnya penjual dan pembeli
memliki hak khiyar selama keduanya belum berpisah,. HR Bukhori
KHIYAR MAJLIS
Khiyar majlis
adalah khiyar yang berlaku selama penjual dan pembeli masih berada dalam satu
majlis, artinya: Selama penjual dan pembeli masih berada di tempat transaksi
jual belinya, maka penjual dan pembeli masih ada kesempatan atau hak untuk
meng-cancell akad jual-beli itu; apabila keduanya telah berpisah atau
meninggalkan tempat transaksi, maka khiyar majlis sudah tidak berlaku lagi.
KHIYAR ‘AIB
Khiyar aib
adalah khiyar karena adanya aib (cacat) pada obyek jual beli; dengan kata lain
Khiyar ’ aib adalah hak penjual & pembeli untuk melakukan cancellation atas
akad jual beli yang sudah terjadi
KHIYAR SYARAT
Yaitu khiyar
yang terjadi selama periode tertentu dan disepakati oleh kedua belah
pihak, contohnya adalah : Jhoni membeli rumah dari Ahmad, sebagai
pembeli Jhoni berkata kepada penjual, saya beli rumah ini tetapi saya minta
waktu 7 hari untuk pikir-pikir dulu, kalau tidak cocok maka rumah akan saya
kembalikan dan uang saya minta 100%. Jika penjual menyetujui permintaan ini ,
maka ini disebut dengan khiyar syarat.
Hadist Imam Musliom Nomor 1532
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ شُعْبَةَ،
وَحَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ، عَلِيٍّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، وَعَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، قَالاَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ
أَبِي الْخَلِيلِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ
حِزَامٍ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ
مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا
وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Hakim b. Hazim r.a melaporkan Rasulullah (ﷺ) yang mengatakan:Kedua belah pihak dalam transaksi
bisnis memiliki hak untuk membatalkan itu selama mereka tidak memisahkan; dan
jika mereka berbicara kebenaran dan membuat semuanya jelas mereka akan
diberkati dalam transaksi mereka; tetapi jika mereka berbohong dan
menyembunyikan apapun berkat transaksi mereka akan dihapuskan
Hadist Imam Musliom Nomor 1533
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى،
وَيَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، وَقُتَيْبَةُ، وَابْنُ، حُجْرٍ قَالَ يَحْيَى بْنُ
يَحْيَى أَخْبَرَنَا وَقَالَ الآخَرُونَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ، عُمَرَ يَقُولُ ذَكَرَ
رَجُلٌ لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ يُخْدَعُ فِي الْبُيُوعِ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ بَايَعْتَ فَقُلْ لاَ خِلاَبَةَ فَكَانَ
إِذَا بَايَعَ يَقُولُ لاَ خِيَابَةَ.
Abdullah b. Dinar meriwayatkan bahwa ia mendengar Ibnu 'Umar ra dengan
mereka berkata:
Seorang pria yang disebutkan untuk Rasulullah
bahwa ia ditipu dalam transaksi bisnis, dimana Rasulullah mengatakan: Ketika Anda masuk ke dalam
transaksi, mengatakan: Seharusnya tidak ada upaya untuk menipu.
MUFRODAT HADITS
Menipu = خِيَانَةٌُ
Menyembunyikan = كَتِمَا
Membatalkan = يَتَفَرَّقَا
ASBABUL WURUD
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ
فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ « مَا هَذَا يَا
صَاحِبَ الطَّعَامِ ». قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ «
أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَىْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ
مِنِّى »
•
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke
dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau
bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan
tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu
tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya?
Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” (HR.
Muslim no. 102). Jika dikatakan tidak termasuk golongan kami, maka itu
menunjukkan perbuatan tersebut termasuk dosa besar.
FIQHUL HADITS
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ.
"Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang
yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka” (HR. Ibnu
Hibban 2: 326. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam
Ash Shahihah no. 1058).
Jual beli yang mengandung penipuan
ini di antaranya adalah jual beli najesy. Contoh bentuk jual beli ini adalah
jual beli yang dilakukan dengan mendiskripsikan barang melalui gambar, audio
atau tulisan dan digambarkan seolah-olah barang tersebut memiliki harga yang
tinggi dan menarik, padahal ini hanyalah trik untuk mengelabui pembeli.
Termasuk pula adalah jual beli dengan menyembunyikan ‘aib barang dan mengatakan
barang tersebut bagus dan masih baru, padahal sudah rusak dan sudah sering
jatuh berulang kali. Intinya, setiap tindak penipuan dalam jual beli menjadi
terlarang.
PENGERTIAN KHIYAR
Secara bahasa, khiyar artinya: Memilih, menyisihkan, dan menyaring. Secara umum
artinya adalah menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk
dijadikan orientasi.z
Sedangkan menurut istilah ulama fiqih, khiyar artinya: Hak yang dimiliki orang
yang melakukan perjanjian usaha untuk memilih antara dua hal yang disukainya,
meneruskan perjanjian tersebut atau membatalkannya.
B. HIKMAH DISYARIATKANNYA KHIYAR
Khiyar ini sangat penting dalam transaksi untuk menjaga kepentingan,
kemaslahatan dan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan kontrak serta
melindungi mereka dari bahaya yang mungkin menimbulkan kerugian bagi mereka.
Dengan demikian khiyar disyariatkan oleh Islam untuk memenuhi kepentingan yang
timbul dari transaksi bisnis dalam kehidupan manusia.
Hikmah-hikmah yang mengharuskan melakukan khiyar, dapat disimpulkan sebagaimana
berikut:
1. Untuk membuktikan dan mempertegas adanya kerelaan dari pihak-pihak yang
terikat dalam perjanjian.
2. Supaya pihak penjual dan pembeli merasa puas dalam urusan jual beli.
3. Untuk menghindarkan terjadinya penipuan dalam urusan jual beli
4. Untuk menjamin kesempurnaan dan kejujuran bagi pihak penjual dan pembeli.
C. MACAM-MACAM KHIYAR (HAK PILIH)
Khiyar dalam akad jual beli itu banyak sekali macamnya. Menurut ulama Hanafiyah
jumlah khiyar ada 17 macam. Ulama Malikiyah membagi khiyar menjadi dua bagian
yaitu khiyar at-tarawwi (melihat, meneliti), yakni khiyar secara mutlak dan
khiyar naqishah (kurang), yakni apabila terdapat kekurangan atau aib pada
barang yang dijual. Ulama Syafi’iyah berpendap bahwa khiyar terbagi dua;
Pertama, khiyar at-tasyahhi, yakni khiyar yang menyebabkan pembeli
memperlamakan transaksi sesuai dengan seleranya terhadap barang, baik dalam
majlis maupun syarat. Kedua, khiyar naqhisah yang disebabkan adanya perbedaan
dalam lafazh atau adanya kesalahan dalam pembuatan atau pergantian. Sedangkan
ulama Hanabilah berpendapat khiyar itu ada delapan macam, yaitu; Khiyar
Masjlis, Khiyar Syarat, Khiyar Ghubn, Khiyar Tadlis, Khiyar Aib, Khiyar Takhbir
Bitsaman, Khiyar bisababi takhaluf, Khiyar ru’yah. (Lihat Al-Fiqhu Al-Islami Wa
Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaili, , JUz IV, Hlm. 519-522, Damaskus, Dar
Al-Fikri, cet. Ke-2
th.1985).
Namun untuk kajian kita kali ini hanya akan dibahas dua macam khiyar, yaitu
khiyar majlis dan khiyar syarat. Sedangkan macam-macam khiyar lainnya akan kita
bahas pada edisi mendatang, insya Allah.
Pertama: Khiyar Majlis (Hak Pilih di Lokasi Perjanjian)
Yang dimaksud dengan khiyar majlis adalah hak pilih bagi pihak-pihak yang
melakukan perjanjian untuk membatalkan perjanjian atau melanjutkannya selama
belum beranjak dari lokasi perjanjian.
Khiyar majlis ini sah menjadi milik si penjual dan si pembeli semenjak
dilangsungkannya akad jual beli hingga mereka berpisah, selama mereka berdua
tidak mengadakan kesepakatan untuk tidak ada khiyar, atau kesepakatan untuk
menggugurkan hak khiyar setelah dilangsungkannya akad jual beli atau seorang di
antara keduanya menggugurkan hak khiyar-nya, sehingga hanya seorang yang
memiliki hak khiyar.
Khiyar ini terbatas hanya pada akad-akad yang diselenggarakan oleh dua pihak
seperti akad muawazhot (tukar menukar seperti jual beli) dan ijaroh
(persewaan).
Landasan dasar disyariatkannya khiyar ini adalah hadits Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau
bersabda, “Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka
masing-masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum berpisah
dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya
kepada pihak yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar
kepada yang lain lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika
mereka telah berpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di
antara mereka tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi
(juga).” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 332 no: 2112, Muslim 1163 no: 44
dan 1531, dan Nasa’i VII: 249).
Dan haram meninggalkan majlis (tempat berlangsungnya akad/perjanjian) kalau
khawatir dibatalkan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Amr bin
Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ
يَتَفَرَّقَا إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَفْقَةَ خِيَارٍ وَلاَ يَحِلُّ لَهُ أَنْ
يُفَارِقَ صَاحِبَهُ خَشْيَةَ أَنْ يَسْتَقِيلَهُ
“Pembeli dan penjual (mempunyai) hak khiyar selama mereka belum berpisah,
kecuali jual beli dengan akad khiyar, maka seorang di antara mereka tidak boleh
meninggalkan rekannya karena khawatir dibatalkan.” (Shahih: Shahihul Jami’us
Shaghir no: 2895, ‘Aunul Ma’bud IX: 324 no: 3439 Tirmidzi II: 360 no: 1265 dan
Nasa’i VII: 251).
Kedua: Khiyar Syarat (hak pilih berdasarkan persyaratan)
Yaitu kedua orang yang sedang melakukan transaksi jual beli mengadakan
kesepakatan menentukan syarat, atau salah satu di antara keduanya menentukan
hak khiyar sampai waktu tertentu, maka ini dibolehkan meskipun rentang waktu
berlakunya hak khiyar tersebut cukup lama.
Ketiga : Khiyar ‘Aib
Khiyar aib adalah khiyar karena
adanya aib (cacat) pada obyek jual beli; dengan kata lain Khiyar ’ aib adalah
hak penjual & pembeli untuk melakukan cancellation atas akad jual beli yang
sudah terjadi
Dasar disyariatkannya hak pilih ini adalah hadits yang diriwayatkan dari
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْبَيِّعَانِ
بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ يَخْتَارَا
“Sesungguhnya dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak
khiyar dalam jual belinya selama mereka belum berpisah, atau jual belinya
dengan akad khiyar.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 326 no: 2107, Muslim
III: 1163 no: 1531 dan Nasa’i VII: 248).
Dan juga berdasarkan hadits Habban bin Munqidz
radhiyallahu ‘anhu. Ia sering kali tertipu dalam jual beli karena
ketidak-jelasan barang jualan, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan
kepadanya hak pilih. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا
بَايَعْتَ فَقُلْ لاَ خِلاَبَةَ
“Kalau engkau membeli sesuatu, katakanlah, ‘Tidak ada penipuan’.”
(HR. Bukhari dalam kitab al-buyu’, bab ma yukrahu min al-khida’ fi al-bai’, no.2117, dan dalam kitab al-hiyal, no.4964; dan Muslim dalam kitab al-buyu’, bab
man yukhda’u fil bai’, no.1533).
Dari sisi lain, terkadang
memang amat dibutuhkan adanya hak pilih semacam ini, ketika pengalaman berniaga
kurang dan perlu bermusyawarah dengan orang lain, atau karena alasan lainnya.
Kemudian para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan masa tenggang memutuskan
pilihan tersebut. Ada
di antara ulama yang membatasi hanya tiga hari saja. Ada juga yang menyatakan boleh lebih dari
itu, tergantung kebutuhan.
Hak pilih ini juga bisa
dimiliki oleh selain pihak-pihak yang sedang terikat dalam perjanjian menurut
mayoritas ulama demi merealisasikan hikmah yang sama dari disyariatkannya
persyaratan hak pilih bagi pihak-pihak yang terikat tersebut. Pendapat ini
ditentang oleh Zufar dan Imam Asy-Syafi’i dalam salah satu pendapat beliau.
Namun pendapat mayoritas ulama dalam persoalan ini lebih tepat.
Hak pilih persyaratan masuk
dalam berbagai perjanjian permanen yang bisa dibatalkan. Adapun akad nikah,
thalaq (perceraian), khulu’ (gugatan cerai dari istri) dan sejenisnya tidak
menerima hak pilih yang satu ini, karena semua akad tersebut secara asal tidak
bisa dibatalkan. Demikian pula hak pilih ini (khiyar syarat) tidak berlaku pada
akad atau perjanjian yang tidak permanen seperti akad mudharabah (bagi hasil)
dan akad syarikah (kontrak kerjasama dalam usaha).
KESIMPULAN DAN HIKMAH KHIYAR
Khiyar ini sangat penting dalam transaksi untuk menjaga kepentingan,
kemaslahatan dan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan kontrak serta
melindungi mereka dari bahaya yang mungkin menimbulkan kerugian bagi mereka.
Dengan demikian khiyar disyariatkan oleh Islam untuk memenuhi kepentingan yang
timbul dari transaksi bisnis dalam kehidupan manusia.
Hikmah-hikmah yang mengharuskan melakukan khiyar, dapat disimpulkan
sebagaimana berikut:
a. Untuk membuktikan dan mempertegas adanya kerelaan dari pihak-pihak yang
terikat dalam perjanjian.
b. Supaya pihak penjual dan pembeli merasa puas dalam urusan jual beli.
c. Untuk menghindarkan terjadinya penipuan dalam urusan jual beli.
d. Untuk menjamin kesempurnaan dan kejujuran bagi pihak penjual dan
pembel
Daftar
Pustaka
Al-Qur’an
Imam Bukhori kitab al Buyu
Imam Muslim kitab al Buyu
MAJALAH
PENGUSAHA MUSLIM Edisi 9 Volume 1 Tanggal 15 September 2010
Selamat membaca semoga ilmu yang membaca bertambah dan bermaanfaat bag
i semua orang
....................Wassalam.........