Minggu, 17 April 2016

Perkembangan Fiskal Dan Mineter Pada Masa Pertengahan Islam

Hai teman pada pertemuan kali ini saya akan membagikan makalah yang berkenaan dengan perkembangan ekonomi islam pada masa pertengahan islam, walaupun sudah bayak yang membahas tentang ini tapi postingan saya kali ini akan lebih mendalam tentang perkembangan islam pada masa pertenghahan islam..............................!
Selamat Membaca......!!!





Pembahasan
Kebijakan Fiskal dan Moneter Pada Pertengahan Islam
Kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Yang dimaksud dengan kondisi lebih baik adalah meningkatnya output keseimbangan dan atau terpeliharanya stabilitas harga. Melalui kebijakan moneter, pemerintah dapat mempertahankan kemampuan ekonomi untuk tumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi. Jika yang dilakukan adalah menambah uang beredar, maka pemerintah dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif. Sebaliknya jika jumlah uang berdar dikurangi, pemerintah menempuh kebijakan moneter kontraktif sedangkan, Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengaturan kinerja ekonomi melalui mekanisme penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal terwujud dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Dalam dokumen APBN, kita dapat melihat berapa pendapatan pemerntah, dari mana saja pendapatan tersebut, komposisi pendapatan, penduduk mana atau siapa yang terkena beban tinggi dan beban rendah dari total pendapatan pemerintah, untuk apa saja pendapatan pemerintah, sektor mana yang mendapat alokasi pengeluaran tinggi dan mana yang rendah, dan sebagainya.




A.  Kebijakan Fiskal dan Moneter Masa Daulah Umawiyah
a)  Khalifah Muawiyah bin Abi Sofyan (41-60 H/661-779 M)
Muawiyah bin Sofyan adalah pendiri Daulah Umawiyah. Kareir politiknya bermula ketika ia menjabat sebagai gubernur Syam pada masa Umar bin Khatab dan belanjut di beberapa daerah yang dimenangkannya pada masa Usman bin Affan, seperti Romawi dan Siprus.[1] Sistem pemerintahannya bersifat monarki. Muawiyah menjadikan Damaskus sebagai pusat pemerintahan, dan Baghdad sebagai pusat kegiatan keagamaan. Pembagian ini didasarkan sistem pemerintahannya yang memisahkan antara pemegang otoritas keagamaan dan otoritas pemerintahan. Sepanjang perjalanan kekuasaannya, wilayah islam telah berkembang ke lawasan Timur (Negeri Asia Tengah dan Sindh) dan Barat (Turki, Romawi dan Afrika).
·         Kebijakan moneter Muawiyah bin Sofyan adalah mencetak mata uang, sedangkan kebijakan.
·         fiskal mendirikan dinas pos beserta fasilitasnya, membentuk angkatan perang, membentuk dewan kehakiman yang diketuai seorang Qadhi (hakim)[2]

b)  Khalifah Abdul Malik ibn Marwan (66-86 H/685-705 M)
Abdul Malik bin Marwan yang mempunyai nama lengkap Abdul Malik bin Marwan bin Al-Hakam bin Abul `Ash Umayyah bin Abdul Syam bin Abdul Manaf. Ibunya adalah Aisyah binti Mu`awiyah bin al-Mughirah bin Abul `Ash. Abdul Malik bin Marwan memulai karir politiknya sebagai gubernur kota Madinah pada masa Muawiyyah.
Abdul Malik bin Marwan didalam usia 39 tahun ditunjuk dan diangkat menjabat Khalif yang ke lima dari daulat Umayyah pada tahun 65 H/685, menggantikan bapaknya Khalif Marwan I, lalu memegang tampuk kekuasaan pemerintahan itu selama 21 tahun sampai 86 H/705 M.
·         Kebijakan moneter mencetak uang dengan lafaz Bismillahirahmanirrahiim, menyebarkannya keseluruh wilayah islam dan melarang penggunaan mata uang lain. Sedangkan kebijakan.
·         fiskal Khalifah Abdul Malik bin Marwan mendirikan pabrik percetakan uang di Damaskus, mengembangkan sistem pos yang telah dibangun pada masa Muawiah bin Abu Sufyan.
Pembaharuan Dalam Bidang Perbajakan di mana umat Islam hanya berkewajibkan membayar zakat dan bebas dari pajak lainnya. Kebijakan ini menjadi bumerang pada pemerintahannya, karena mendorong orang non-muslim memeluk agama Islam. Sehingga mereka terbebas dari pembayaran pajak. Akibatnya sumber pendapatan negara dari sektor pajak berkurang, pada sisi lain anggaran militer bertambah seirirng bertambahnya anggota militer dari kelompok Mawali.
c) Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-719 M)
Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Manaf. Ibunya Ummu Ashim, Laila binti Ashim bin Umar bin Khattab. Karier politiknya dimulai sebagai gebernur Madinah pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik memerintah. Ketika itu usianya lebih kurang 28 tahun. Pada zaman Sulaiman bin Abdul Malik memerintah, beliau dilantik menjadi menteri kanan dan penasihat utama khalifah. Pada masa itu usianya 33 tahun. Umar bin Abdul Aziz  dibaiat menjadi khalifah setelah wafatnya Sulaiman bin Abdul Malik.
Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai khulafur rasyidin yang ke lima. Penobatan tersebut berdasarkan pemerintahannya memiliki cici-ciri yang sama dengan empat khalifah. Ia menerapkan sistem keadilan dimulai dari dirinya sendiri dan keluarganya dengan menyerahkan harta kekayaan pribadi dan keluarganya ke baitul mal. Umar melakukan pembenahan disegala bidang dan di seluruh wilayah kekuasaannya berdasarkan syariat islam. Pembangunan bukan saja pada bidang infrastruktur tetapi juga pembangunan sumber daya manusianya. Dalam kurun waktu kurang tiga tahun, masyarakat islam berada dalam surga dunia, kemakmuran dan kesejahteraan merata di seluruh wilayah, terbukti tidak ada lagi yang mau menerima zakat.[3]
·         Kebijakan fiskal Umar bin Abdul Aziz adalah mereformasi sumber pendapatan negara melalui pajak tanah (kharaj), pajak non muslim (jizyah) pada tiga profesi yaitu; petani, tuan tanah dan pedagang. Petani muslim dikenakan pajak 10% dari hasil pertanian. Sumber pendapatan lainnya adalah zakat yang diwajibkan bagi semua umat islam yang mampu di mana setiap wilayah memiliki otonomi daerah dalam mengelolanya.  Pengeluaran negara meliputi belanja pegawai, belanja peralatan administrasi negara, pendidikan dan distribusi zakat, serta memberi jaminan sosial kepada seluruh masyarakat. Penghematan anggaran dalam pemberian fasilitas pejabat negara dan juga penghematan dalam perayaan peringatan hari besar keagamaan dan kenegaraan.[4]
Keseimbangan fiskal dan moneter pada masa Umar inilah yang berpengaruh pada stabilitas nilai mata uang yang dampaknya harga-harga komoditas ikut stabil. Telah diakui secara umum bahwa stabilitas harga membantu merealisasikan tujuan pemenuhan kebutuhan pokok, disribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, laju pertumbuhan ekonomi yang optimum, kesempatan kerja penuh, dan stabilitas ekonomi.[5]
·         Kebijakan moneter yang diterapkan oleh Umar bin Abdul Aziz adalah Ia mengurangi beban pajak yang dipungut dari kaum Nasrani, pajak yang dikenakan kepada non muslim hanya berlaku pada tiga profesi, yaitu pedagang, petani, dan tuan tanah. Menghapus pajak terhadap kaum muslim, membuat aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa, memperbaiki tanah pertanian, penggalian sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan tempat-tempatan penginapan para musafir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat. 
Di sini jelas terlihat hubungan fiskal-moneter yang harmonis dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dan kebijakan lainnya yang telah diterapkan oleh Umar bin Abdul Aziz yang berhubungan dengan moneter dan fikal adalah sebagai berikut.
1. Ketika diangkat menjadi Khalifah, mengumpulkan rakyat dan mengumumkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan pribadi dan keluarganya yang diperoleh secara tidak wajar kepada baitul maal, seperti; tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al Wars,Yaman dan Fadak, hingga cincin berlian pemberian Al Walid.
2. Selama berkuasa beliau juga tidak mengambil sesuatupun dari baitulmaal, termasuk pendapatan Fai yang telah menjadi haknya.
3. Memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Menurutnya,memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan negeri-negeri Islamadalah lebih baik daripada menambah perluasan wilayah. Dalam rangkaini pula, ia menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi danmemberikan hak kebebasan beribadah kepada penganut agama lain.
4. Dalam melakukan berbagai kebijakannya, Khalifah Umar bin AbdulAziz lebih bersifat melindungi dan meningkatkan taraf hidupmasyarakat secara keseluruhan.
5. Menghapus pajak terhadap kaum muslimin, mengurangi beban pajakkaum Nasrani, membuat aturan takaran dan timbangan, membasmicukai dan kerja paksa,
6. Memperbaiki tanah pertanian,  menggali sumur-sumur, pembangunan jalan- jalan, pembuatan tempat-tempat penginapan musafir, danmenyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini berhasil meningkatkantaraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yangmau menerima zakat.
7. Menetapkan gaji pejabat sebesar 300 dinar dan dilarang pejabat tersebutmelakukan kerja sampingan. Selain itu pajak yang dikenakan kepadanon-muslim hanya berlaku kepada tiga profesi, yaitu pedagang, petani,dan tuan tanah.
8. Dalam bidang pertanian Khalifah Umar bin Abdul Aziz melarang penjualan tanah garapan agar tidak ada penguasaan lahan. Ia memerintahkan amirnya untuk memanfaatka semaksimal munkin lahan yang ada. Dalam menetapkan sewa tanah, khalifah menerapkan persedian keadilandan keurahan hati. Ia melarang memungut sewa terhadap tanah yang tidak subur, pengambilan sewa harus memperhatikan tingkat kesejahteraan petani yang bersangkutan.
9. Menerapkan kebijakan otonomi daerah. Setiap wilayah Islammempunyai wewenang untuk mengelola zakat dan pajak secara sendiri-sendiri dan tidak mengharuskan menyerahkan upeti kepadapemerintah Bahkan sebaliknya pemerintah pusat akan memberikan bantuansubsidikepada wilayah Islam yang pendapatan zakat dan pajaknya tidakmemadai. Dan juga memberlakukan sistim subsidi antar wilayah, dariyang surplus ke yang pendapatannya kurang.
10.Dalam menerapkan Negara yang adil dan makmur, Khalifah Umar binAbdul Aziz menjadikan jaminan social sebagai landasan pokok.Khalifah juga membuka jalur perdagangan bebas, baik didarat maupundilaut, sebagai upaya peningkatan taraf kehidupan masyarakat.Pemerintah menghapus bea masuk dan menyediakan berbagai bahankebutuhan sebanyak mungkin dengan harga yang terjangkau.
11.pada masa pemerintahannya sumber-sumber pemasukannya Negara berasal dari zakat, harta rampasan perang, papjak pengasilan pertanian, dan hasil pemberian lapangan kerjaproduktif pada masyarakat luas.
Untuk menjaga stabilitas nilai mata uang, dinar dan dirham dikeluarkan oleh otoritas yang berkuasa. Khalifah Umar bin Abdul Aziz menghukum orang yang mengeluarkan koin tanpa izin negara.[6] Dan semua kebijakan yang dilakukan oleh Khalifah Umar binAbdul Aziz adalah semata-mata haya untuk memsejahterakan masyarakat islam dan untuk melanjutkan peranan khalifah yang telah berjuan dalam bidang ekonomi untuk kemaslahatan umat islam yang sempurna.



B.  Kebijakan Fiskal dan Moneter Masa Daulah Abbasiyah
1.) Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur (137-158 H/753-744 M)
Abu Ja'far Al-Manshur menjabat khalifah kedua Bani Abbasiyah menggantikan saudaranya Abdul Abbas As-Saffah. Abu Ja'far Al-Manshur adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur membangun kota Baghdad menjadi pusat pemerintahan dan meletakkan dasar-dasar ekonomi dan keuangan negara dengan baik dan terkendali. Oleh sebab itu, tidak pernah terjadi defisit anggaran besar-besaran. Kas negara selalu penuh, uang yang masuk lebih banyak daripada uang keluar.[7] Jalur-jalur administrasi pemerintahan, mulai dari pusat hingga ke daerah ditata dengan rapi sehingga sistem dan roda pemerintahan berjalan dengan baik. Kebijakannya ini menimbulkan dampak yang positif di kalangan para pejabat pemerintahan, karena terjadi koordinasi dan kerja sama yang baik di antara mereka. Koordinasi dan kerja sama itu terjadi antara Kepala Qadhi (Jaksa Agung), Kepala Polisi Rahasia, Kepala Jawatan Pajak, dan Kepala Jawatan Pos. Hal itu dilakukan untuk melindungi masyarakat dari berbagai tindakan yang tidak adil dengan memberikan hak-hak masyarakat.
·         Kebijakan fiskal menetapkan intervensi harga pada saat terjadi kenaikan harga yang tidak wajar. Sumber pendapatan berasal dari zakat, kharaj, jizyah. Pengeluaran negara meliputi biayaadministrasi pemerintahan, gaji pegawai negara, memperkokoh angakatan militer.
·         Kebijakan moneter melanjutkan pendahulunya Al-Saffah yaitu mencetak dinar dengan mengikuti model dinar Umaiyah dan tidak mengubah sedikitpun kecuali pada ukiran-ukiran dan ukuran dirhamnya berkurang.
Pada awal pemerintah beliau, perbendaharaan negara dapat dikatakan tidak ada karena khalifah sebelumnya, al-saffah, banyak menggunkan dana baitul maal untuk diberikan kepada para sahabat dan tentara. Hal tersebut mendorong khalifah al-manshur untuk bersiap keras dalam peneguhan kedudukan keuangan negara. Di samping penumpasan musuh-musuh khalifah, sehingga masa pemerintahannya ini juga dikenal sebagai masa yang penuh dengan kekerasan.
Dalam mengendalikan harga-harga, khalifah Al-Manshur memerintahkan para kepada jawatan pos untuk melaporkan harga pasaran dari setiap bahan makanan dan barang lainnya. Jika mengalami kenaikan yang luar biasa, ia memerintahkan para walinya agar menurunkan harga-harga ke tingkat semula. di samping itu, khalifah al-manshur sangat hemat dalam membelanjakan harta baitul maal. Ketika ia meninggal, kekayaan kas negara telah mencapai 810 juta dirham.
Tentang bagaiamana kecakapan rasyid memasukan uang ke dalam kas negara ( bait al-maal), pernah diberitakan orang, bahwa apabila sedang tidur terlentang memandang awan lalu di angkasa raya, lantas beliau berkata :’’oh awan, engkau boleh melayang kemana  saja, pajakmu pasti akan datang  kepada ku!’’.
Sebabnya maka kas negara demikian kaya nya pada permulaan Daulah Abbasiyyah. Yaitu karena para khalifah betul-betul memandang soal ekonomi dan keuangan negara sangat penting, sehingga dengan demikian pembangunan dalam segala cabang ekonomi dia pandang soal yang paling penting.
Baik khalifah manshur atau khalifah-khalifah sesudahnya telah membangun ekonomi negara dengan berhasil sekali, baik dalam bidang pertanian, perindustrian ataupun dalam bidang perdagangangan.

2.) Khalifah Muhammad al-Mahdi bin Abdullah bin Muhammad (158-169 H/774-785 M)
Pada masa pemerintahan khalifah Al-Mahdi, perekonomian negara mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan, seperti emas, perak, tembaga, dan besi. Di samping itu, jalur transit perdagangan antara Timur dan Barat juga banyak menghasilkan kekayaan. Dalam hal ini, Bashrah menjadi pelabuhan yang penting. Dengan demikian, sektor-sektor perekonomian yang menunjang kemakmuran Daulah Abbasiyah adalah pertanian, pertambangan, dan perdagangan.
Untuk meningkatkan sektor pertanian, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang menbela hak-hak kaum tani, seperti peringanan beban pajak, pemerintah membuat sumur-sumur, membangun tempat peristirahatan para kafilah hasil bumi, penjaminan hak milik dan keselamatan jiwa, perluasan lahan pertanian di setiap daerah, dan pembangunan berbagai bendungan dan kanal. Sementara untuk meningkatkan sektor perdagangan dagang, dan mendirikan berbagai armada dagang serta menjaga keamanan pelabuhan dan pantai.

3.) Khalifah Harun al-Rasyid (170-193 H/786-808 M)
Ketika pemerintahan dikuasai Khalifah Harun Al-Rasyid, pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya. Pada masa pemerintahannya, khalifah melakukan diversifikasi sumber pendapatan negara. Ia membangun baitul mal untuk mengurus keuangan negara dengan menunjuk seorang wazir yang mengepalai beberapa Diwan, yaitu:
1.    Diwan al-khazanah: bertugas mengurus seluruh perbendaharaan Negara.
2.     Diwan al azra: bertugas mengurus kekayaan negara yang berupa hasil bumi.
3.    Diwan khazain as-siaah: berugas mengurus perlengkapan angkatan perang.
Sumber pendapatan pada masa pemerintahan ini adalah kharaj, jizyah, zakat, fa’i, ghanimah, usyr, dan harta lainnya seperti wakaf, sedekah, dan harta warisan yang tidak mempunyai ahli waris.
Seluruh pendapatan negara terasebut dimasukkan ke dalam baitul mal dan dikeluarkan berdasarkan kebutuhan. Pemerintahan khalifah Harun Al-Rasyid juga sangat memperhatikan masalah perpajakan. Ia menunjuk Qadi Abu Yusuf untuk menyusun sebuah kitab pedoman mengenai keuangan negara secara syariah. Untuk itu, Imam Abu Yusuf menyusun sebuah kitab yang diberi judul Kitab al-Kharaj  Dalam pemungutan al-Kharaj, para Khalifah Abbasiyah melakukan dengan tiga cara, yaitu:
1.Al-Muhasabah atau penaksiran luas areal tanah dan jumlah pajak yang harus dibayar dalam bentuk uang.
2. Al-Muqasamah atau penetapan jumlah tertentu (persentase) dari hasil yang diperoleh.
3. Al-Maqhatha’ah atau penetapan pajak hasil bumi terhadap para jutawan berdasarkan persetujuan antara pemerintah dengan yang bersangkutan.
Pendapatan Negara dikeluarkan berdasarkan kebutuhan dan dialokasikan untuk riset ilmiah dan penterjemahan buku-buku Yunani, disamping untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai.
Untuk melindungi integritas uang logam dan kepercayaan umum, Harun ar-Rasyid membangun kantor inspektur uang logam (nazir as-Sikkah) sehingga standar dinar sangat tinggi kualitasnya.[8]
Khalifah harun al-Rasyid meninggalkan kekayaan negara dalam kas waktu beliau meninggal sebanyak lebih dari 900.000 dirham. Kecakapan rasyid dalam mengumukakan kas negara sama dengan kecakapan manshur, hanya rasyid lebih banyak mengeluarkan di bandingkan dengan manshur, mungkin karena zaman yang berbeda.

Kesimpulan
 Masa ke-Khalifahan Bani Umayyah yaitu  hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan Pemikiran Ekonomi Islam Bani Umayyah Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad) antara zaman kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut.
Khalifah pemikir ekonomi pada masa Bani Abbasiyah, yaitu Abu Ja’far Al-Manshur , Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, dan Umar Ibn Abdul Aziz.
Khalifah Abbasiyah atau Kekuasaan Dinasti Bani Abbas, sebagaimana disebutkan melanjkan kekuasaan dinasti bani umayyah. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H ( 750 M) sampai dengan 656 H ( 1258 M). Selama Dinasti Bani Abbas berkuasa. Di mana pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. di zaman Bani Abbasiyah, istilah jihbiz populer sebagai suatu profesi penukaran uang. Pada zaman itu mulai diperkenalkan uang jenis baru yang disebut fulus yang terbuat dari tembaga.
Khalifah-khalifah Pemikir Ekonom Islam pada masa Bani Abbasiyah yaitu : Abu Ja’far Al-Manshur dan Harun al-Rasyid yang telah banyak membawa perubahan besar dalam aspek ekonomi di masa pemerintahan Bani Abbasiyah.
Saran
Dalam kebijakan ekonomi baik yang moneter maupu yang fiskal pada masa pertengahan islam bayak mengalmi perubahan yang cukup tinngi dan dapat membuat ekonomi islam menjadi makmur pada saat itu. Hendaknya systtem ekonomi ekonmi yang berada di Indonesia ini dapat


[1] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003, cet 1, halm 187
[2] Eus Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok: halm 43. Gramata Publising, 2010, halm 100-104
[3]  Imaduddin, Umar bin Abdul Aziz: Perombak Wajah Pemerintahan Islam, Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1992, cet I, halm 142-143
[4]  Imaduddin, Umar bin Abdul Aziz: Perombak Wajah Pemerintahan Islam, halm 126-146
[5] Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, cet I, halm 252
[6]  Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, cet I, halm 296 dalam catatan kaki no.101.
[7] www.republika.co.id, edisi Kamis, 26 Zulhijjah 1434
[8] Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam, halm 176





semoga bermanfaat bagi orang yang membecanya dan menambah ilmu dari postingan kami yng sederhana ini dan bisa di bagikan kepada orang lain yagn belum mengetahuinya ...................maklum masih pemula menulis di blogspot



Tidak ada komentar:

Posting Komentar